Analisis Prosedur Terjadinya Piutang Pada PT. Pertani (Persero) Unit Pemasaran Subang
DOI:
https://doi.org/10.37950/wfaj.v1i2.762Keywords:
Prosedur, Jasa Kredit, KebijakanAbstract
Pada dasarnya, setiap perusahaan ataupun instansi baik yang bergerak di bidang jasa, dagang, maupun manufaktur, memiliki tujuan yang sama untuk memperoleh laba dan menjaga kesinambungan perusahaan di masa akan datang. PT. Pertani (Persero) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang Agribisnis, mengalami kerugian secara finansial akibat pendapatan dalam piutang. Kerugian yang dialami disebabkan oleh tidak sesuainya kebijakan dalam pemberian kredit dan tidak berjalan secara efektif dan efisien dalam penagihan piutang kepada pelanggan. Menurut Soemarso, piutang merupakan kebiasaan bagi perusahaan untuk memberikan kelonggaran-kelonggaran kepada para pelanggan pada saat melakukan penjualan. Piutang terbagi menjadi dua, piutang dagang, dan piutang non dagang. Ada beberapa faktor dalam mempengaruhi piutang, serta terdapat beberapa resiko kerugian piutang. Semua pasti dialami oleh setiap perusahaan yang melakukan penjualan barang atau jasa secara kredit. Hal ini terjadi di Pertani yang sering memberikan kelonggaran tanpa menggunakan jatuh tempo pembayaran dan mempunyai kebijakan tersendiri, sehingga membuat perusahaan mengalami kerugian. Semua memang berawal dari tidak sesuainya kebijakan pemberian kredit yang sudah diatur dalam standar prosedur operasional di Pertani. Lalu lemah atau kurangnya SDM untuk melaksanakan tugas khusus di bagian lapangan, terutama dalam penagihan piutang kepada pelanggan. Ada empat jenis piutang, yaitu piutang macet, lancar, sehat, dan tidak sehat. Walaupun Pertani memberlakukan termin pembayaran hanya sebagai formalitas, Pertani tetap bisa memantau kondisi piutang berdasarkan jenis piutang yang sudah digolongkan sesuai dengan umur piutang. Kondisi piutang yang ada di Pertani itu lebih banyak kondisi macet, dan tidak sehat. Dua kategori piutang tersebut merugikan perusahaan, dalam laporan laba rugi setiap bulannya itu tidak ada pengurangan jumlah piutang. Meskipun perusahaan mengalami keuntungan, tetapi dalam segi piutang itu sendiri justru merugikan. Hal ini terjadi karena tidak adanya kesadaran pelanggan untuk membayar piutangnya mereka kepada Pertani, dan dipihak Pertani pun kurang atau tidak adanya SDM yang ditugaskan khusus untuk bisa melakukan penagihan piutang yang rutin, minimal satu minggu sekali.
Basically, any company or agency that is engaged in services, trade, or manufacturing, has the same goal to earn profits and maintain the company's sustainability in the future. PT. Pertani (Persero) is a company engaged in the field of Agribusiness, experiencing financial losses due to income in receivables. The losses suffered are caused by the inappropriate policies in the provision of credit and does not run effectively and efficiently in the collection of receivables to customers. According to Soemarso, accounts receivable is a habit for companies to give concessions to customers when making a sale. Accounts are divided into two, accounts receivable, and non-trade receivables. There are several factors in influencing accounts receivable, as well as there is some risk of loss of accounts receivable. All must be experienced by every company that sells goods or services on credit. This happens in Pertani which often gives leeway without using the due date of payment and has its own policy, thus making the company suffered losses. All indeed started from the inappropriate policy of lending that has been set in standard operating procedures in Pertani. Then weak or lack of human resources to carry out specific tasks in the field, especially in the collection of receivables to customers. There are four types of accounts receivable, namely bad debts, smooth, healthy, and unhealthy. Although Pertani imposes payment terms only as a formality, Pertani can still monitor the conditions of receivables based on the types of receivables that have been classified according to the age of receivables. The conditions of receivables in Pertani are more stagnant, and unhealthy. Two categories of receivables are detrimental to the company, in the monthly income statement there is no reduction in the amount of receivables. Although the company experienced a profit, but in terms of receivables itself is detrimental. This happens because there is no awareness of customers to pay their receivables to Pertani, and Pertani side also lack of or absence of human resources specially assigned to be able to collect receivables routine, at least once a week.
References
Baridwan, Zaki. 2002. Sistem Akuntansi Penyusunan Prosedur dan Metode. Edisi Pertama. Salemba Empat: Yogyakarta.
Djumhana, Muhammad. 2011. Hukum Perbankan di Indonesia. Citra Aditya
Bhakti: Bandung.
Fees, Reeve, Warren. 2005. Pengantar Akuntansi, Edisi 21. Salemba Empat: Jakarta.
Handayaningrat, Soewarno. 2011. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. Gunung Agung: Bandung.
Mamesah, D, J. 1995. Sistem Administrasi Keuangan Daerah. Pustaka Utama: Jakarta.
Mulyadi. 2001. Sistem Akuntansi. Salemba Empat: Jakarta.
Munawir. 2002. Analisa Laporan Keuangan. Liberty: Jakarta. Narko. 2002. Sistem Akuntansi. Cetakan Ketiga. Yayasan Pustaka Nusatama
Yogyakarta.
Pudjiastuti. 2004. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. UPP STIM: Yogyakarta.
Siagian. 2014. Filsafat Administrasi. Bumi Aksara: Bandung.
S. R, Soemarso. 2004. Akuntansi Suatu Pengantar. Salemba Empat: Jakarta.
Supramono, Gatot. 2013. Perjanjian Utang Piutang. Kencana Prenada MediaGroup: Jakarta.
Rahardjo, Budi. 2002. Keuangan & Akuntansi Untuk Manajer Non Keuangan.Graha Ilmu: Bandung.
Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaaan. BFEE: Yogyakarta.